Suatu pagi, di tengah laju kendaraan, saya merenung. “Di mana Allah?” Bagi pembelajar ilmu kalam, pertanyaan di atas mungkin tampak murahan. Tapi di manakah Allah? Satu hadis merayap di pikiran saya, hadis sahih itu berbunyi:
لو دليتم بحبل إلى الأرض لهبط على الله
“Jika tali kau lemparkan ke dalam bumi, maka tali itu akan jatuh ke Allah.” Oh, Allah di dalam bumi? Tapi kenapa Dia berfirman:
ثم استوى إلى السماء
“Kemudian Dia bertempat di langit”
Saya sejenak berhenti merenung. Saya hisap rokok itu dalam-dalam. Namun pertanyaan itu merasuk perlahan melalui pikiran. “Di manakah Allah!” Tiba-tiba hadis mulia Nabi SAW terbesit:
اقرب ما يكون العبد وهو ساجد
“Seorang hamba akan sangat dekat dengan Tuhan ketika ia bersujud”
Kalau memang demikian, benakku dalam hati sambil menghisap rokok dan memandang kosong jalanan, kenapa Nabi Muhamamd SAW bertemu Allah ketika ‘urijah bih, mi’roj ke atas? Kalau dilangit, kenapa Yunus justru bertemu Allah di dasar laut? Kalau masjid itu baitullah, rumah Allah, kenapa Musa justru menjumpai-Nya, di gunung?.
Jalanan pagi itu lengang, Matahari menampakan tapi tak menyilaukan. “Di mana Allah?’ Sial! Bisikan itu mengendap lagi di dalam kepala. Dua batang rokok tak mampu menenangkan.
وهو معكم أينما كنتم
“Dia bersamamu di mana pun kalian berada…”
Ayat ini tiba-tiba melintas. Tapi kenapa Nabi Muhammad SAW menyebut gadis itu sebagai mu’minah karena telah menunjuk Allah “di langit”? Lupakan takwil, lupakan tafwidl. Di mana Allah?
ونحن إليه أقرب من حبل الوريد
“Kami lebih dekat padanya dari pada urat leher”.
Kuraba leherku. Tak kutemukan Allah di sana. Di mana Allah? Ah, kenapa pagi yang tenang ini harus berubah menjadi setumpuk pertanyaan murahan yang sebenarnya sudah kupelajari di kitab tauhid.
Ada satu hadits tentang enam malaikat yang berkumpul di Makkah. Keenam malaikat ini datang dari atas, bawah, timur, barat, selatan, utara. Masing-masing mereka bertanya, “Dari mana kamu?” Masing-masing pun menjawab. “Dari sisi Tuhan..”. Jadi, aku menggumam dalam hati, di mana Allah?
قلب المؤمن عرش الله
“Hati seorang mu’min adalah singgasana Allah”.
Di mana Allah?
كنت كنزا مخفبا فأحببت أن اعرف فخلقت الخلق
“Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi. Aku ingin dikenal. Lalu aku ciptakan mahkluk”.
Tak terasa, tujuanku telah sampai, rokokku sudah habis, namun aku tetap tidak tahu di mana Allah…
العجز عن الإدراك إدراك
“Ketidakmampuan, mengenal Allah adalah sejatinya mengenal Allah…”
Aku lepas sendalku, aku buang rokoku di hisapan terakhir, aku turun, menuju tujuanku, barangkali aku menemukan nyala api.
The end
Tinggalkan Komentar