Pendidikan Pesantren sering dilabeli Pendidikan yang klasik atau ketinggalan zaman. Padahal labelisasi ini karena adanya kontruksi social budaya dan politik. Pada masa penjajahan Belanda , pesantren menjadi kekuatan yang signifikan dalam melawan penjajahan. Hal ini membuat Belanda khawatir dan antipasti terhadap pesantren. Akibatnya pemerintah Belanda tak memasukan pesantren pada Pendidikan formal. Akibatnya pesantren menjadi pendidika non formal.
Pesantren sebenarnya telah menerapkan system Pendidikan yang modern, hanya saja penamaannya cenderung klasik. System pembelajaran pesantren antara lain:
Santri mempresentasikan pengetahuan yang telah ia pelajari kepada kiai, ustadz atau santri seniornya. Metode ini dapat meningkatkan kepercayaan diri pada santri. Metode sorogan juga merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW. Hal ini terbukti pada kisah turunya surat Al Alaq kepada Nabi Muhammad SAW.
“Dalam kisah tersebut malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhamamd SAW dan menyorogkan Nabi Muhammad SAW dengan surat Al Alaq. Sorogan dalam kontek ini menyampaikan pengetahuan pada orang lain”.
Kelebihan metode sorogan antara lain:
Metode sorogan dapat diadaptasi dengan perkembangan zaman. Misal, santri dapat menggunakan teknologi untuk membantu menyampaikan pengetahuan, hal ini metode sorogan masih relevan dalam perkembangan zaman.
Santri bebas memilih pengajian sesuai dengan kebutuhannya. Metode ini mirip dan persis seperti di perguruan tinggi.
Santri berdiskusi tentang materi yang telah dipelajari. Metode ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan wawasan santri.
Kesimpulan Pesantren memiliki peran perjuangan kemerdekaan Indonesia dan Pendidikan Di Indonesia, pesantren banyak melahirkan ulama hingga tokoh-tokoh Nasional yang berpengaruh di berbagai bidang. Oleh karena itu labelisasi pesantren Pendidikan yang klasik harus dihapuskan.
Tinggalkan Komentar