Syeikh Izzuddin lahir di Damaskus pada tahun 578 H. Seorang rajanya para ulama sekaligus seorang wali besar. Hidup di daerah Zawiyah utara masjid jami’ Umawi Damaskus. Nama panjangnya adalah Abdul Aziz bin Abdussalam bin Abil Qasim bin Hasan Assulami Al Damasyky Asy-Syafi’I, Adapun Kun-yahnya ialah Abu Muhammad. Sementara Izzuddin nama laqab beliau yang berarti kebanggaan agama.
Dalam kitab Thabaqot Syafiyah Kubro karya Imam As-Subki menceritakan: suatu hari beliau mengalami pingsan berkali-kali akibat kedinginan yang amat dahsyat. Tiba-tiba ada suara tidak dikenal, “Wahai anak Abdussalam, apa yang kamu inginkan? Ilmu atau pekerjaan?” Beliau pun memilih ilmu. Sejak kejadian itu beliau berubah drastis, mendapatkan futuh bahkan dapat menghafalkan At-Tambih karya Imam Syairazi dalam tempo relatif singkat.
Ada pula referensi lain yang menyebutkan beliau tidak tidur sebelum betul-betul menguasai ilmu yang tengah dipelajari. Ini berlangsung selama 30 tahun. Ketekunan belajarnya yang menakjubkan membuat Imam Zahabi menilai bahwa dalam diri Syeikh Izzuddin terangkum semua pengetahuan fikih madzhab Syafi’i.
Maka, wajar jika beliau digelari Sulthonul Auliya’ dan Mujtahid Mutlaq.
Selain ketekunan dan kepakarannya beliau pula dikenal sebagai sosok yang tegas, penegak amar ma’ruf nahi mungkar sejati. Terbukti dalam kiprah politik Syria. Bagaimana beliau menentang keputusan Gubernur Damaskus kala itu (Shalih Ismail tahun 608 H) yang ingin menjual senjata kepada tentara salib hingga membuatnya ditangkap bersama Syeikh Abi Amr ibnu Hajib. Tak hanya itu, selama beliau menjabat Qadhi di Mesir beliau seringkali berselisih dengan pemerintah Mesir, mengkritik siapapun tanpa pandang bulu bila tak sesuai dengan syariat Islam. Kritik demi kritik yang disampaikan Syeikh Izzuddin tanpa ragu membuat seorang wakil raja geram dan merencanakan pembunuhan terhadapnya.
tetapi tak berhasil karena seketika lemah tak berdaya hingga pedangnya terjatuh.
Sekalipun beliau terkenal keras nan tegas, beliau gencar mengadakan majlis fiqh dan dzikir-dzikir bersama murid-muridnya. Diantara muridnya adalah Imam Daqiqil idl yang mengenalkan bahwa beliau merupakan Sulthonul Auliya. Bahkan Imam Syadzily mengatakan tidak ada majlis fiqh yang lebih utama dibandingkan majlis Syeikh Izzuddin bin Abdissalam. Sampai pada tahun 660 H. beliau menutupkan usia dan di kebumikan di Kairo Korofah Kubro.
Syeikh Izzuddin bin Abdissalam adalah diantara contoh anak yang luar biasa dari keluarga biasa. Beliau salah satu rajanya para ulama sekaligus seorang wali yang lahir dari keluarga biasa. Pantas jika kesulitan mendeteksi lengkap perjalanan hidup masa kecilnya. Beliau tidak memiliki cukup modal dalam mencari ilmu bahkan Syeikh Muhammad Hasan Asy-Syinqthiy pernah mengatakan kalau Syeikh Izzuddin mulai belajar di usia 40 tahun. Bagaimana dengan kita?
Tinggalkan Komentar